AQLNews.id, Bogor – Masih minimnya perlindungan hukum terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta kekerasan pada perempuan dan anak, menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka.
Ia meminta hukum bisa berpihak kepada korban dan membangun rasa keadilan bagi masyarakat sehingga masyarakat tidak kebingungan ketika berhadapan dengan hukum.
Selain itu, ia menilai perlu adanya penguatan dalam upaya mencegah terjadinya TPPO. Selain penegakan hukum, upaya pencegahan juga dikuatkan pada layanan pengaduan terkait hal tersebut.
“Intinya orang yang mengalami ini (TPPO) setidaknya langsung bisa mengadukan atau melaporkan dan merasa terlindungi,” kata Diah seusai menjadi narasumber dalam sosialisasi pemahaman hak perempuan serta pencegahan TPPO di Kota Bogor, Kamis (20/7/2023).
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, banyak hal yang menjadi pembahasan Komisi VIII dan perhatian masyarakat salah satunya isu perempuan dan anak.
“Jadi saya di beberapa pertemuan pasti selalu menyisipkan persoalan perempuan dan anak. Hari ini bekerjasama dengan Kementerian PPPA menggelar seminar tentang TPPO,” katanya.
Lebih lanjut Diah mengatakan, terkait TPPO sebetulnya tidak hanya pekerja migran, namun mulai banyak juga TPPO ini dengan modus online.
Karena itu, menurutnya, sudah harus mencari inovasi dalam sistem pelaporan, perlindungan, bahkan pendekatan dengan partisipasi komunitas dan juga pemantauan lingkungan yang tentunya dengan tidak melanggar privasi.
“Lalu jika ada kasus-kasus misalnya orang mengalami penipuan, sekarang kan akses komunikasi itu gampang, nah menurut saya perkuat online sistem. Tapi tidak hanya online, pelayanannya harus mendatangi,” imbuhnya.
Penguatan portal pengaduan terkait TPPO, kekerasan seksual, KDRT dan dan sebagainya, terang Diah, harus juga mulai dikembangkan berbasis komunitas dan berbasis online tetapi pelayanan yang sigap, cepat tanggap dalam merespon laporan-laporan sangat diperlukan.
“Selebihnya bagaimana kita kemudian berharap hukum itu harus bicara yang sifatnya lebih implementatif, jangan kemudian kuat di kerangka norma tetapi lemah dipenindakan,” katanya.
Diah mengatakan, Kementerian PPPA ada kelebihan yang sifatnya koordinatif dapat mensinkronkan berbagai institusi maupun pihak lain dalam merespon setiap ada pelaporan.
“Seharusnya masyarakat berhadapan dengan hukum mereka bisa merasa terlindungi, bukan kebingungan atau kemudian merasa takut. Jadi itulah kultur yang menurut saya harus dibangun,” ujarnya.
Sekarang, masih kata Diah, Kementerian PPPA juga mulai banyak berjejaring dengan pemerintah daerah (Pemda) yang tentunya diharapkan dapat memperkuat upaya pencegahan terkait TPPO.
“Tentu kita berharap setiap pemda mempunyai inovasi yang tidak normatif, tetapi bisa mencegah, merespon cepat kasus-kasus TPPO, karena biasanya dalam kasus TPPO itu korban merasa tertipu, diiming-imingi, diberikan harapan dan ketika dia sadar kemudian bingung mau melakukan langkah apa dan kemana,” tandasnya.
Editor : Edwin S