Jakarta, AQLNews.id – Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengeluhkan lonjakan harga pupuk yang gila-gilaan, bahkan sampai 300%.
Akibatnya, produktivitas tanaman kelapa sawit di dalam negeri anjlok.
“Produktivitas akan turun, hubungannya dengan harga pupuk naik. Jadi saya lihat di sini itu produktivitas menurun, iya, karena kami tidak memupuk tahun lalu. Pupuk naik 300% itu pasti,” kata Gulat usai pembukaan Rakornas Kelapa Sawit 2023 di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Selain itu, Gulat menyampaikan, semakin menurunnya produktivitas juga karena minimnya peremajaan kebun alias replanting.
Padahal, ujarnya, ada alokasi dana sebesar Rp5,4 triliun untuk peremajaan sawit rakyat. Namun, yang terpakai hingga saat ini hanya Rp500-an miliar.
Dana itu berasal dari pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Produktivitas itu akan meningkat kalau diganti dengan tanaman baru. Namun untuk tanaman yang lama itu banyak yang tidak mendapatkan pupuk,” katanya.
“Petani sawit butuh perhatian, persyaratan-nya (untuk itu peremajaan kebun) dipermudah. Uang itu bukan APBN, itu uang petani yang dikumpul oleh BPDPKS. Jadi kenapa kami dipersulit? Presiden Jokowi harus melihat ini suatu tantangan untuk mencapai apa yang dimaksud dia untuk peremajaan sawit itu,” tukasnya.
Dengan replanting, kata Gulat, produktivitas petani sawit bisa melonjak hingga berlipat-lipat.
“(Saat ini) Hasil per hektare cuma 800 kg TBS (tandan buah segar) per hektare. Kalau diganti (replanting) jadi 3,5 ton. 3.500 kg per hektare per bulan, jauh sekali. Tidak pilihan lain, harus replanting,” katanya.
“Karena petani generasi pertama itu bibitnya nggak jelas, jarak tanaman kacau balau. Dengan replanting, sekitar 3 tahun, rata-rata hasilnya bisa 2,5 ton per bulan. Usia tanaman 5 tahun bisa 3,5 ton per hektare dengan rendemen rata-rata 28%, dari saat ini baru 18%,” pungkas Gulat.